Skip to main content

Pindahan #1: Packing

Hola!

Saya akhirnya memutuskan untuk menulis blog post series tentang pindahan ini, karena setelah dipikir-pikir kok banyak banget inspirasi yang saya dapat selama siap-siap mau pindah, proses pindahannya, dan, sepertinya, setelah saya pindah nanti.

Jadi gini, sejak pindah ke Singapore, saya tinggal di satu unit HDB alias rumah susun. Cuma kayaknya rumah saya ini lebih pantas disebut shop house atau ruko, soalnya cuma dua lantai dan lantai bawah disewa oleh KFC (makanya nggak kurus-kurus).

10 Juni 2014 kemarin genap 3 tahun saya pindah ke Singapore, yang berarti sejak saya tinggal di rumah ini. Dan setelah 3 tahun, saya dan roommate saya, Jovi, memutuskan untuk pindah. Selain karena kontrak rumah sudah habis, juga karena 1 housemate kami mau back for good dan 2 lainnya bakal pindah ke rumah cicinya. Bakal berat bagi kami untuk melanjutkan kontrak rumah, karena kami mengontrak 1 unit, yang berarti kalau ada kamar kosong ya kudu kami yang nanggung. Nggak kuat, bok. Kapan nabung buat meritnya? So to cut the story short, kami memutuskan untuk nggak memperpanjang kontrak rumah.

Dan setelah didoakan, dipikirkan, ditimbang-timbang, akhirnya saya menyewa kamar di rumah salah satu teman saya. Lalu, dimulailah proses paling rebek dalam pindahan: packing!


Tapi ternyata Saudara/i, packing itu nggak semudah kelihatannya. Cuma travelling atau liburan aja saya udah paling malas packing, apalagi ini... pindahan, bow! Harus menyortir dan mengemas barang-barang selama 3 tahun "membangun sarang" di rumah ini. Naujubile deh. Tapi ya mau nggak mau kudu dimulai. Those stuff aren't gonna pack themselves, Stephanie.

Jadi, prosedur packing ini diawali dengan hal yang sangat berat untuk dilakukan, menyortir dan membuang barang-barang yang nggak perlu.

Saya bukan orang yang suka nyimpenin barang, tapi ngebuangin juga nggak tega. Makanya, waktu melihat tumpukan baju yang dipakai-segan-dibuang-enggan, handouts zaman kuliah yang penuh catatan plus coretan bolpen Muji warna-warni ala rainbow cake, sepatu-sepatu yang dulu dibeli cuma karena lucu-aja-gitu, juga koleksi lotion The Body Shop segala varian yang sudah tiga tahun dipajang-doang-dipake-kagak, saya nyesek juga. Tapi, demi kemaslahatan umat manusia, saya tutup mata dan membuang semua benda yang saya tahu nggak saya sentuh dalam tiga bulan belakangan.

Nah, setelah menyortir dan membuang barang-barang itu, barulah saya nyadar... pindahan, apalagi dari tempat yang sudah lama ditinggali, itu nggak enak. Tapi bagusnya, kita jadi tahu bahwa ternyata ada banyak barang nggak penting yang selama ini disimpan dan bisa dibuang.

Sama kayak hati yang pindah dari tempat yang sudah lama kamu tinggali atau singgahi. Nggak enak. Tapi kamu jadi tahu bahwa ternyata ada banyak kenangan nggak penting yang selama ini disimpan dan harusnya bisa dibuang.

Kemarin sih, setelah buangin barang-barang itu, saya berasa lega. Nggak tahu sih kalau situ, gimana perasaannya habis buangin kenangan-kenangan nggak penting? Lega? :p

Okelah, masih banyak cerita lain dari series Pindahan ini, nanti bakal saya post satu-persatu. Postingan yang ini bakal saya tutup dengan satu pesan:


Yang mau packing, sortir, buang-buangin yang nggak penting, buruan gih. Daripada besok berubah pikiran lagi, lho. Hehehe.

Comments

Popular posts from this blog

Pindahan #2: Putus

Nggak, saya nggak putus. Lha mau putus sama siapa? Okay, selamat datang kembali di blog post series Pindahan! Buat yang belum baca part 1-nya, sila dibaca di sini ya, biar nggak bingung saya ngoceh tentang apa. Lanjuttt! Untuk pindahan kali ini, saya memutuskan nggak pakai jasa mover alias tukang jasa pindahan. Kenapa? Karena selain barang saya nggak banyak-banyak amat, pakai mover di sini juga lumayan mahal, bisa $70 - $100. Mending duitnya dipake buat beli baju baru . Nah, resiko nggak pakai mover adalah, saya harus mau pindahin barang saya sedikit demi sedikit dari rumah lama ke rumah baru. Rutinitas saya tiap pagi selama seminggu belakangan kira-kira begini: tiap pagi ke kantor bawa gembolan dua travel bag atau satu koper --> Dilihatin dan ditanyain sama orang-orang sekantor, "Wah, you're flying back home, ah?" --> I wish --> Kerja membanting tulang demi sepetak kamar sampai kira-kira jam 7 malam --> Gotong-gotong gembolan ke rumah baru. Asal ta

Ziklag

Beberapa hari yang lalu, saya lagi baca One Year Bible Plan, waktu roommate saya ingatin untuk bayar uang kost. FYI, we rent a unit of HDB (sebutan untuk rumah susun di Singapore) here, consists of three bedrooms, and one of those rooms has been vacant for a month. We’ve been trying our best in order to find a housemate, but still haven’t found one yet. Nah, berhubung saya dan roommate saya nyewa satu unit, konsekuensinya adalah kalau ada kamar yang kosong, kami yang harus nanggung pembayarannya. Haha, finding a housemate is frustating, and paying for a vacant room is even more! :p But then, we have no choice. Jadi, waktu roommate saya ingatin untuk bayar uang kost (karena memang udah waktunya bayar), I went downstair to withdraw money from ATM (di bawah rumah saya ada mesin ATM, lol!). Waktu habis ngambil uang, saya cek saldo, dan… langsung mengasihani diri sendiri, wkwk. Ironis sekali bagaimana sederet angka yang terpampang di monitor mesin ATM bisa mempengaruhi mood-mu, ya? :p N

5566

Tahu grup 5566 *a.k.a double-five double-six , five-five six-six , or u-u-liu-liu * nggak? Itu lhoo… yang dulu pernah main serial drama Asia yang judulnya My MVP Valentine . Yang personelnya Tony Sun , Rio Peng, Zax Wang, Jason Hsu , sama Sam Wang. Nah, kemarin saya bongkar-bongkar kamar , dan… voila! Ketemu VCD karaoke lagu-lagu mereka! Terus iseng gitu kan nyetel di laptop, ehh... taunya masih bagus ! Dan hebringnya lagi, saya masih hafal kata-katanya! Tau deh pronounciationnya bener apa nggak, sudah dua tahun saya nggak menyentuh bahasa Mandarin sih Ahh... jadi kangen masa-masa nonton My MVP Valentine dulu. Jaman saya cinta-cintaan sama si mantan yang mirip salah satu personel 5566